Assalammualaikum...

Sadness, Happiness, and Love

Kamis, 24 Januari 2013

Kalimat Empati


Aneh rasanya ketika menulis tentang kesedihan orang lain disini. Sebenarnya ini bukan berfokus pada kesedihan orang tersebut, namun caranya menghadapi kesedihan itu. Setiap manusia ternyata memiliki cara masing-masing untuk mengatasi kesedihannya dan punya cara tersendiri untuk membentengi dirinya dari kesedihan berikutnya.
                Bulan Februari seharusnya menjadi bulan yang paling saya tunggu dengan sahabat saya  karena rencananya kami akan wisuda bersama. Memakai baju hitam ‘kebesaran’ dan  toga. Pupus. Wisuda bersama di bulan Februari itu pupus ketika dia tidak lulus dalam ujian komprehensif. Sangat kecewa pastinya karena kami telah merencanakan hari bahagia itu. Tapi bukan itu poinnya. Bukan kekecewaan gagal wisuda bersama, tapi tentang kegagalan sahabat saya itu.
                Dua hari sebelum dia ujian komprehensif saya sempat mengunjunginya di kos untuk mengambil sesuatu yang tertinggal di kosnya ketika saya menginap disana. Wajahnya yang biasa mulus mendadak berjerawat,padahal saya hanya tidak bertemu dengannya 4 hari saja . Malam itu dia mengatakan kalau dia tidak lulus, dia menyuruh saya menemaninya dan mengajaknya main seharian dan sayapun menyanggupinya. Ketika hari H pun tiba, saya menyemangatinya dan saya menunggu kabar baik darinya. Hari sudah beranjak sore namun saya belum mendapat kabar apapun darinya. Akhirnya saya beranikan mengirim pesan singkat menanyakan hasil ujiannya dan tidak mendapat jawaban apapun. Sore pun mulai berangsur berlalu, saya akhirnya memutuskan untuk menelfonnya dan saya mendapat kabar buruk, dia tidak lulus.
                Senja itu, orangtuanya datang ke tempatnya dan menjemputnya untuk pulang ke kampung halaman kami. Saya ditawari untuk ikut pulang dan saya pun ikut dengan mereka. Disepanjang perjalanan saya, papa dan mamanya hanya mendengar dia  mengeluarkan isi hatinya tentang ujian tersebut. Kami tidak berani membahas kerena takut dia makin kecewa. Ada yang unik dari sikap sahabat saya ini, dan justru membuat saya bertanya-tanya dalam hati. Dia tidak mau menerima kalimat empati dari siapapun. Sikap dia yang tidak biasa ini membuat saya takjub denganya. Mungkin dia hanya tidak ingin diingatkan lagi dengan kegagalannya itu jika menerima banyak kalimat empati dari orang lain.
                Sikap dia dan saya sangat bertentangan karena jika saya di posisi dia, saya akan  menghargai dan menerima kalimat empati dari siapapun walau dengan kalimat tersebut tidak akan mengubah apa yang telah terjadi tapi hal itu bukti masih ada yang peduli dengan kita, terlepas itu tulus ataupun tidak. Masalah ketulusan orang lain tentang memberikan kita semangat atau tidak, itu tidaklah penting karena jika mereka hanya berpura-pura,ya siap- siap saja mereka mendapatkan hal yang sama dari orang lain. Yang perlu kita lakukan hanyalah berpikiran positif terhadap orang lain dan menghargai bentuk kepedulian mereka.
                Sekarang yang bisa saya lakukan sebagai sahabatnya hanyalah berusaha mengiburnya dengan mengajak bermain seperti biasanya tanpa sedikitpun membahas lagi tentang kegagalan tersebut. Saya yakin suatu hari nanti sahabat saya akan memberikan saya kabar bahagia yaitu keberhasilan ujian komprehensif selanjutnya.
                Dear Ruby, semoga tahun ini rencana perjalanan liburan kita ke Jakarta hingga Jogja dapat terealisasi J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar