Entah
bagaimana menceritakan segalanya, belakangan ini saya banyak mengalami hal-hal
yang memberi pelajaran yang berarti.
Arti keikhlasan, kesabaran, dan rencana indah Sang Penguasa terhadap saya. Jika
mengingat semua itu, senyum pun kembali merekah.
Pada bulan April, saya gagal
dalam seleksi untuk menjadi enumerator Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) di
Kabupaten tempat saya tinggal. Saya kala itu optimis lulus dalam seleksi yang
diadakan oleh Dinas Kesehatan . Namun hasilnya berkata lain, saya tidak
termasuk menjadi salah satu dari 20
enumerator yang terpilih. Kecewa pastinya karena saya yakin dengan
kemampuan dan pengalaman yang saya peroleh di kampus .
Kekecewaan itu sempat bernaung
seharian di hati saya. Tapi setelahnya, saya ingat kembali kajian yang pernah
diajarkan oleh mentor saya ketika kuliah. Berbaik sangka kepada Allah. Ketika
ditanya hasil seleksi oleh keluarga, saya menjawab seadanya. Mereka memahami
saya dan berusaha untuk tidak membuat saya tambah kecewa. Nenek saya tercinta
pun tahu dengan proses seleksi tersebut, ketika saya gagal dengan seleksi itu,
saya malah bisa sok bijak berkata kepada beliau “ Mungkin ini bukan terbaik
untuk Meda, Buk. Fisik Meda lemah, jadi Allah sedang menjaga Meda”. Ketika
ditanya tante yang bekerja di Dinas Kesehatan Provinsi, saya berkata “saya
ikhlas”. Dengan kalimat demikian nenek dan tante memahami dan malah semakin
membesarkan hati saya. Saya selalu bersyukur punya keluarga besar yang begitu
perhatian dan pengertian terhadap saya.
Sekitar 3 minggu setelah pengumuman
hasil seleksi enumerator tersebut, saya mendapat telfon dari Dinas Kesehatan Provinsi
tempat saya magang ketika kuliah untuk diminta menjadi Panitia TC ( Training
Center) enumerator riskesdas 2013. Kaget, bahkan tidak percaya. Saya tidak
menyangka akan berhubungan lagi dengan hal-hal mengenai Riskesdas ini. Dengan segera saya langsung pergi ke lokasi TC
yaitu di ibukota Provinsi,yang jika dari rumah tempat saya tinggal butuh waktu
2 jam perjalanan darat. Alhamdulillah saya berhasil datang di lokasi tepat
waktu sebelum acara pembukaan .
Di sinilah kisah di mulai
Pada hari pertama, saya mulai
berkenalan dengan orang-orang dari Kementrian Kesehatan. Sebagian ada dari
Jakarta, yaitu Bu Diana, Mas Amal. Ada juga orang-orang dari Kementrian
Kesehatan Pusat Humaniora yang terletak di Surabaya, yaitu Bu Lestari, Pak Syamsul, Mas Indra dan para PJT yang
kebanyakan dari mereka adalah dokter-dokter yang baru menyelesaikan
internshipnya. Mereka adalah Mas Miftah, Mbak Ila, Mas Diaz, Mbak Uswa, Mas
Arie, Mbak Nadia, Mas Reza, Mbak Rara, Mas Wasis, Mbak Elvi, Mas Andra, Mbak
Siska, Mas Andri, Mbak Sinta, Mbak Galih, Pak Dewo, Bu Ris dan Pak Pon.
Perkenalan dengan sebagian besar
orang Surabaya ini terasa menyenangkan. Awalnya sebagian besar mereka terkesan
kaku dan tidak mungkin bagi saya akan berteman akrab dengan mereka. Ternyata
tidak, mereka menyenangkan dan bahkan bisa melakukan hal-hal konyol ketika
bercanda. Semakin manarik ketika mendengar mereka berbicara dengan logatnya yang
unik, medok. Saat makan adalah waktu
yang tepat bagi kami untuk saling mengenal mereka melalui obrolan-obrolan
ringan.
Saya merasa beruntung dan
disayang oleh orang-orang yang baru saya kenal ini. Dengan pertimbangan saya
dari luar kota, Bu diana dengan kebaikan hatinya mengajak saya untuk menginap
di hotel tempat TC tersebut dan menjadikan saya saya satu-satunya panitia dari
dinas kesehatan provinsi yang menginap
di hotel yang sama dengan orang-orang Kemenkes, PJT, dan Enumerator . Setelah
saya pertimbangkan masukan beberapa teman sesama Panitia Provinsi,saya menerima
tawaran beliau supaya tidak bolak-balik hotel ke rumah tante. Kedekatan antara
saya dan beberapa PJT pun mulai terjalin. Saya terkadang menemani mereka pergi
ke loundry, membeli sesuatu dll. Masa-masa ini sangat menyenangkan menurut
saya,karena berkenalan dengan orang-orang baru dan beda umur saya dengan para
PJT ini rata-rata hanya beda 2 tahun.
Dalam melaksanakan tugas, tidak
ada satupun diantara orang-orang Kemenkes, panitia provinsi, dan para PJT yang
mengusik ketentraman hati saya justru enumeratorlah yang sempat mengusik
perasaan saya, padahal mereka adalah orang-orang dari Kabupaten tempat saya
berdomisili. Sedangkan walau saya sering menjadi bahan lelucon para PJT saat
berkumpul jam makan, saya terima saja itu jadi guyon mereka sebagai bentuk
untuk mengakrabkan diri. Mereka begitu baik dan banyak yang perhatian terhadap
saya. Saya ingat ketika sakit maag saya kambuh, beberapa diantara mereka begitu
perhatian terhadap sakit saya. Bahkan, ada salah seorang PJT yang rela pergi keluar hotel khusus membelikan obat
untuk saya.
Setelah
saya renungi, inilah maksud rencana indah Allah. Dia tidak meluluskan saya
dalam seleksi untuk menjadi enumerator karena Dia merencanakan hal indah
lainnya untuk saya. Saya dipersiapkan untuk menjadi panitia TC dan diberi
kesempatan berkenalan lebih dekat dengan semua PJT setiap Kabupaten. Jika saya
menjadi enumerator, saya tidak akan punya kesempatan berkenalan secara langsung
apalagi bercengkrama dengan para PJT . Jika saya menjadi enumerator, saya hanya
akan kenal dekat dengan PJT Kabupaten tempat saya tinggal, tidak dengan yang
lainnya. Jika saya menjadi enumerator, saya tidak akan sempat bercerita,
bertukar pikiran dengan beberapa diantara PJT tersebut. Jika saya menjadi
enumerator, saya tidak akan merasa begitu dilindungi seperti yang dilakukan
oleh beberapa orang pjt terhadap saya baik itu perempuan ataupun pria. Berkenalan dengan mereka semua benar-benar hal yang menakjubkan bagi saya, pengalaman yang tidak akan saya lupakan.
Senyum merekah mengingat maksud indah Allah. Keikhlasan menerima ketetapannya
dan barbaik sangka terhadapNya benar-benar telah saya rasakan dan dibuktikan.
Bahagia, saya sangat bahagia.